Perlawanan Terhadap Kolonial Hindia-Belanda



Sebelumnya kita telah membahas perlawan terhadap VOC, kali ini akan saya lanjutkan ke bab berikutnya yaitu Perlawanan terhadap Kolonial Hindia-Belanda. Perang yang terjadi pada abad ke-18 dan 19 dan awal 20 merupakan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Hindia – Belanda. Pemerintah kolonial Belanda tetap menjalankan taktik perang yang licik dan kejam. Tipu daya pura-pura mengajak damai, mengadu domba dan menangkapi anggota keluarga pimpinan perang terus dilanjutkan. Berikut penjelasanya :


A. PERANG TONDANO
 




Perang Tondano terjadi pada tahun 1808-1809 melibatkan orang minahasa di Sulawesi utara dan pemerintahan colonial Belanda pada abad XIX, perang ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintahan colonial hindia belanda oleh pejabat di minahasa.


1.      PERANG TONDANO 1
Penyebab adanya peperangan ini pembebasan pedagangan spanyol dan Makassar mulai ttersingkir Karena ulah VOC. VOC memaksa orang minahasa untuk menjual beras kpd VOC untuk monopoli perdagangan beras di Sulawesi utara. Tetapi orang minahasa menentang monopoli tersebut. Lalu, voc memerangi orang minahasa.
Tokoh- Tokoh yang terlibat antara lain:
  • ·         Simon Cos(gubernur ternate)
  • ·         Orang minahasa
Karena  Belanda membendung sungai temberan dan menggenangi daerah  tempat tinggal dan para pejuang Minahasa, akhirnya orang Minahasa memindahkan tempat tinggal ke Danau Tondano karena luapan Sungai Temberan. Namun orang Minahasa tetap berjuang untuk melawan belanda.
Akhirnya, Simon Cos memberi ultimatum kepada orang Tondano, tetapi orang Tondano  bergeming dengan ultimatum tersebut. Simon cos sangat kesal, akhirnya Pasukan VOC ditarik mundur ke Menado. Setelah itu, rakyat Tondano mengalami masalah dengan penumpukan hasil pertanian dan tidak ada yang memebeli. Terpaksa rakyat Tondano mendekati VOC untuk membeli hasil pertanian. Dengan demikian tanah terbukalah tanah Minahasa kepada VOC.

PERANG TONDANO II
Perang ini terjadi pada abad ke -19 pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Perang ini dilatar belakangi oleh kebijakan Guberur Jenderal Daendels. Daendels mendapat madat untuk memerangi Inggris dan memerlukan pasukan yang besar. Untuk menambah jumlah pasukan mereka, yang dipilih adalah suku suku yang memiliki keberanian berperang. Yang dianggap memiliki sikap keberanian adalah orang Madura, dayak, minahasa, tetapi orang Minahasa menolak dengan program Daendels untuk merekrut rakyat pemuda minahasa sebagai pasukan colonial dan mereka melakukan perlawan terhadap Kolonial Belanda.
Untuk melawan Belanda rakyat melakukan perlawanan terhadap Kolonial Belanda. Perang Tondano II berlangsung cukup lama, sampai Agustus 1809. Kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada di kelompok pejuang yang memihak kepada Belanda. Dengan kekuatan para pejuang tondano terus memeberikan perlawanan. Tanggal 4-5 Agustus 1809 benteng pertahanan moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat, para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah. (maratus .s. )

B. PATTIMURA ANGKAT SENJATA




Penyebab dari perlawanan ini karena kegiatan monopoli di Maluku kembali diperketat dan beban rakyat miskin semakin berat. Sebab selain penyerahan wajib , masih harus dikenai kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng dan kopi. Jika ada yang melanggar akan ditindak tegas. Para pemuda akan dikumpulkan untuk dijadikan tentara diluar Maluku. Hal ini sangat mengecewakan rakyat Maluku.
Tokoh-Tokoh yang terlibat :
  • ·         Thomas matulessy (pattimura)
  • ·         Residen van den berg
  • ·         Christina Martha tiahahu
  • ·         Mayor beetjes
Para tokoh pemuda mengadakan pertemuan rahasia di Pulau Haruku dan pertemuan di Pulau Saparua. Didalam  pertemuan rakyat Maluku tidak ingin terus menderita di bawah keserakan dan kekejaman  Belanda.
Pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun kota Ambon. Kemudian Christina Martha Tiahahu juga tertangkap tapi tidak dihukum  mati tapi dibuang  di Pulau Jawa sebagai kerja rodi, pada saat di kapal Christina Martha Tiahahu mogok makan dan tidak mau buka mulut. Ia jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 2 Januari 1818 dan jenazahnya dibuang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Berakhirlah perlawanan  Pattimura.
Nilai-nilai yang dapat diteladani dari tokoh Pattimura yaitu Sikap Pantang menyerah dan pemberani. (maratus .s.)



C. PERANG PADRI
Perang Padri tejadi pada tahun 1821 – 1837 di Tanah Minangkabau. Perang ini digerakkan oleh pemburu islam yang sedang konflk kaum adat. Perang Padri terjadi akibat perlawanan kaum Padri terhadap dominasi pemerintahan hindia Belanda di Sumatra Barat dan pertentangan kaum Padri dan kaum adat. Masyarakat Sumatra Barat sudah memeluk agama islam  tetapi sebagian masyarat masih memegang teguh adat dan kebiasaan  yang tidak sesuai dengan ajaran islam.
Perang Padri dibagi dalam 3 Fase: 

A.      Fase Pertama (1821-1825)
Pada fase pertama perang Padri menyerang pos-pos dan pencegatan terhadap patroli Belanda. Upaya dan usaha kaum Padri yaitu mengerakkan 20.000 – 25.000  pasukan dan senjata tradisional  seperti tombak dan parang  untuk menyerang di sekitar hutan di sebelah timur gununng. Perlawanan kaum Padri muncul di berbagai tempat seperti di Lintau. Belanda merasa kewalahan melawan VOC akhirnya diadakan perjanjian Masang yaitu perjanjian damai  antara Belanda dan kaum Padri. Tetapi Belanda mamanfaatkan perjanjian tersebut untuk menduduki daerah daerah lain. Tindakan Belanda membuat kaum Padri Alahan Panjang dan menyatakan pembatalan kesepakatan perjanjian masang. Dengan demekian perlawanan kaum Padri masih terus berlangung di berbagai tempat.

B.      Fase Kedua (1825-1830)
Pada tahun 1825-1830 terjadi peristiwa di Sumatra Barat yaitu perang Padri. Bagi Belanda tahun itu di gunakan untuk mengendorkan ofensifnya dalam perang Padri. Upaya yang dilakukan mengusahakan damai sekuat tenaga. Oleh karena itu, colonel de sertuers yaitu penguasa sipil dan militer di Sumatra barat berusaha mengadakan kontak dengan kaum Padri untuk mengadakan perjanjian damai dan menghentikan perang, tetapi kaum Padri tidak begitu menghiraukan karena Belanda sudah terbiasa bersikap licik. Belanda meminta bantuan kepada saudagar arab yaitu Sulaiman Al Jufri untuk membujuk kaum Padri berdamai. Tuanku Imam Bonjol menolak dengan ajakan tersebut kemudian Sulaiman menemui Tuanku Lintau dan ternyata tuanku merespon ajakan damai itu. Pada tanggal 15 November 1825 di adakan perjanjian padang.   

C.      Fase Ketiga (180-1837/1838)
Setelah perang Diponegoro berakhir pada tahun 1830, semua kekuatan Belanda dikonsentrasikan ke Sumatra Barat untuk menghadapi serangan dari kaum Padri. Dengan demikian kekuatan para pejuang di Sumatra Barat meningkat. Orang –orang yang mendapat dukungan dari kaum Padri bergerak ke pos-pos tentara Belanda. Tindakan kaum Padri itu di jadikan Belanda di bawah Gillavry untuk menyerang Toko Tuo di Ampek Angkek, serta membangun benteng pertahanan dari Ampang Gadang sampai ke Biaro. Tahun 1831 Gillavry di gantikan oleh Jacob Elout dan mendapat pesan dari Gurbernur Jendral Van dan Bosch agar melaksanakan serangan besar-besaran terhadap kaum Padri.
Seiring dengan datangnya bantuan pasukan dari Jawa pada tahun 1832 dan Belanda semakin meningkatkan ofensif terhadap kekuatan kaum padri di berbagai daerah. Pasukan yang datang dari Jawa itu antara lain pasukan legium Sentot Ali Basah Prawirodirjo dengan pasukan 300 prajurit bersenjata. Di samping strategi militer,setelah van den Bosch berkunjung ke Sumatera Barat,diterapkan strategi winning the heart kepada masyarakat. Penghulu yang kehilangan penghasilan akibat penghapusan pajak mulai dihapuskan.
Dengan kebijakan baru, beberapa tokoh Padri dikontak oleh Belanda dalam rangka dalam mencapai perdamaian. Pada tahun 1834 Belanda dapat memusatkan kekuatannya untuk menyerang pasukan Imam Bonjol di Bonjol. Tanggal 16 juni 1835 benteng bonjol di hujani meriam oleh serdadu Belanda dan Agustus 1835 benteng di perbukitan dekat bonjol jatuh di tangan Belanda. Belanda juga mencoba mengetok Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai,tetapi dengan beberapa persyaratan dan salah satunya Imam Bonjol minta agar Bonjol dibebaskan dari bentuk kerja paksa dan nagari itu tidak diduduki Belanda. Bulan Oktober 1837, secara ketat belada mengepung dan menyerang benteng Bonjol. Akhirnya tuanku Imam Bonjol dan pasukannya terdesak karena Imam Bonjol di tangkap pada tanggal 25 Oktober 1837 yang di buang ke Cianjur, Jawa Barat dan pasukannya dapat meloloskan diri melanjutkan perang Gerilya di hutan-hutan Sumatra Barat. Tanggal 19 Januari 1839 Ia di buang ke Ambon dan tahun 1841 di pindah ke Manado sampai meninggalnya pada tanggal 6 November 1864. (elsa .z. )
Nilai-nilai yang dapat diteladani antara lain:


  • Memegang teguh ajaran agama
  • Gigih memperjuangkan kemerdekaan 


D. PERANG DIPONEGORO




Terjadi pada tahun 1823-1829, bermula dari Smisssaert dan Patih Danurejo membuat jalan baru dengan memasang anjir(pancang/patok), dan pemasangan ini melewati pekarangan milik Pangeran Dipenegoro di Tegalrejo tanpa izin. Pangeran Diponegoro dan rakyatnya sudah mencabuti anjir tersebut, tetapi anjir tersebut masih saja dipasang kembali. Akhirnya pengikut pangeran Diponegoro mencabuti anjir-anjir tersebut dan diganti dengan tombak-tombak mereka.
Tokoh-tokoh yang terlibat diantaranya :
  1. Pangeran Diponegoro
  2. Smissaert
  3. Patih Danurejo
  4. Sentot Prawirodirjo

Untuk melawan perang tersebut Pangeran Diponegoro menyusun langkah-langkah untuk melawan Belanda, diantaranya:
  1. Merencanakan serangan ke Keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mencegah masuknya bantuan dari luar.
  2. Mengirim kurir kepada para bupati atau ulama agar mempersiapkan peperangan melawan Belanda.
  3. Menyusun daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan siapa lawan. 
  4. Membagi kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mandala perang, dan mengangkat para pimpinanya.

Upaya tersebut dapat bejalan lancar namun akhirnya, pada pasukan Diponegoro yang dibawahi oleh Sentot Prawirodirjo dapat dikalahkan oleh Belanda karena Sentot Prawirodirjo menandatangani Pejanjian Imogiri pada tanggal 17 Oktober 1829, isi perjanjian tersebut yaitu :
  1. Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama islam,
  2. Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan dan ia tetap sebagai komandanya,
  3. Sentot Prawirodirjo dengan pasukanya diizinkan untuk tetap memakai sorban,
  4. Sebagai lanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829 Sentot Prawirodirjo dengan pasukanya memasuki ibukota negeri Yogyakarta untuk secara resmi menyerahkan diri. 

Akhirnya dari kejadian tersebut rakyat tetap menyerang Belanda namun tidak dibawahi oleh pimpinanya dan mereka bergerak sendiri.
Nilai-nilai kepahlawan yang dapat diteladani adalah :
Berani dan Pantang menyerah (siti maulla)

E. PERLAWANAN DI BALI


Perlawanan ini terjadi pada tahun 1830 , penyebab terjadinya perlawanan ini bermula dari adanya hubungan antara belanda dengan Bali mengenai urusan dagang dan menyangkut sewa menyewa orang-orang Bali untuk dijadikan tentara pemerintah Hindia-Belanda.
Tokoh-tokoh yang terlibat antara lain:
1.      Gubernur Jendral Daendels
2.      I Gusti Ktut Jelantik
3.      Rakyat Bali
4.      Raja Buleleng

Dengan adanya perlawan ini Patih Ktut Jelantik mempersiapkan  prajurit Buleleng untuk memperkuat pos-pos pertahanan. Namun upaya itu tetap belum berhasil untuk melemahkan Belanda, akhirnya dengan paksaan Raja Buleleng menandatangani sebuah perjanjian pada tanggal 6 Juli 1846 yang isinya antara lain :
  1. Dalam waktu 3 bulan, Raja Buleleng harus menghancurkan semua benteng Buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru.
  2. Raja Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan Belanda, sejumlah 75.000 gulden, dan Raja harus menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik kepada pemerintah Belanda.
  3. Belanda diizinkan menempatkan pasukanya di Buleleng
Tetapi raja  dan para pejuang berpura-pura menerima isi perjanjian itu, dan dibalik itu pasukanya selalu berusaha untuk menyerang tetapi masih juga gagal akhirnya runtuhlah benteng jagaraga sebagai pertanda lelapnya kedaulata rakyat buleleng dan jatuhlah kerajaa buleleng ke tangan belanda.
Nilai-nilai yang dapat diteladani sikap berjuang pantang menyerah (bella apriliana .r.)



F. ACEH BERJIHAD
Perang ini terjadi pada tahun 1873-1912. Perang ini terjadi karena para pejuang untuk berjihad melawan kezaliman kaum penjajah.
Tokoh-tokoh:
  1. Cut nyak dien
  2. Teuku umar
  3. Sultan iskandar muda

Pada perang ini belanda merasa berhak atas daerah Sumatra Timur yang diperoleh dari Sultan Siak sebagai upaya membantu sultan dalam perang saudara melalui traktat siak tahun 1858. Sementara aceh mendapat daerah tersebut yang merupakan wilayahnya. Tetapi dalam perang ini aceh mencari bantuan keluar negeri,  berbagai upaya terus dilakukan seperti pemimpin selalu melindungi rakyatnya dan pantang menyerah dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dalam upaya tersebut masih belum berhasil untuk melemahkan Belanda dan akhirnya mereka semua gugur karena terkena ganasnya peluru Belanda. 


kerkhof, bukti adanya perang Aceh 

Nilai-nilai yang dapat diteladani antara lain :
  • Pemimpin yang melindungi rakyatnya
  • Pejuang yang gigih
  • Pantang menyerah
  • Jujur
  • Memperjuangkan kemerdekaan (siti maulla)


G. PERANG BANJAR



Perang Banjar terjadi pada tahun 1817 – 1862. Penyebab terjadinya Perang Banjar karena di Kalimantan meiliki posisi yang strategis dalam kegiatan perdagangan dunia. Hal ini terutama karena adanya hasil-hasil seperti emas dan intan, lada,rotan dan damar. Hasil-hasil ini termasuk produk yang diamati oleh orang-orang Barat, sehingga orang-orang Barat juga berminat untuk menguasai Kesultanan Banjarmasin. Salah satu pihak yang berambisi untuk menguasai Banjarmasin adalah Belanda.

Upaya yang dilakukan oleh Sultan Banjar yang melakukan perjanjian dengan pemerintah Hindia Belanda. Dalam perjanjian ini Sultan Sulaiman harus menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda seperti Dayak,Sintang,Bakumpai,Tanah Laut, Mundawai, Kota Warngin, Lawai, Jalai, Pigatan, Pasir Kutai, dan Beran. Wilayah yang semakin sempit itu telah membawa problem dalam kehidupan Ekonomi. Untuk mengatasi kesulitan ini maka mereka menaikkan pajak.

Pada tahun 1857 Sultan Adam meninggal dengan sigap Residen E.F. Graaf Von Bentheim Teklinburg mewakili Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai sultan dan pangeran Hidayatullah di angkat sebagai mangkubumi. Padahal, menurut wasiat yang sah yang diangkat menjadi sultan adalah Pangeran Hidayatullah. Tabjidillah juga menghapus hak-hak istimewa pada saudara-saudaranya termasuk mengangap tidak ada surat wasiat dari Sultan Adam pada Pengeran Hidayatullah. Kemudian setelah hak-haknya di rampas, pangeran Anom di buang ke Bandung. Tindakan Tadmijilla yang sewenang-wenang itu menimbulkan rasa kecewa dari berbagai pihak. Pangeran Hidayatullah yang diangkat sebagai mangkubumi  ternyata selalu disisihkan dalam berbagai urusan sehingga keadaan yang ada di istana semakain tajam sehingga membuat kondisi kerajaan menjadi tidak kondusif. 

Antasari berkeinginan untuk menurunkan Tamjidillah dan melawan kekuasaan Belanda di samping kekuatan dari pengikut Aling dan mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Sultan Pasir dan Tumenggung Surapati pimpinan orang-orang Dayak. Akhirnya pada tanggal 25 Juni 1859 secara resmi Tamjidillah mengundurkan diri dan mengembalikan legalia Banjar kepada Belanda. Tamjidillah kemudian diasingkan ke Bogor. Mulai saat itu Kesultanan Banjar berada di bawah dominasi Belanda, oleh krena itu pangeran Hidayatullah memilih bersama rakyat untuk melancarkan perlawanan terhadap Belanda. Sementara itu, pasukan Antasari sudah bergerak menyerbu pos-pos Belanda di Martapura. Kemudian pasukan Suropati berhasil menenggelamkan kapal Belanda ,Onrust,dan merampas senjata yang ada di kapal tersebut di Lontotuor,Sungai Barito Hulu. Dengan demikian Perang Banjar semakin meluas. (eka purwanita)




H. PERANG BATAK



Perang Batak terjadi pada tahun 1878 yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII, dan pada tahun itu juga Ia angkat senjata memimpin rakyat Batak untuk melawan Belanda. Masuknya Belanda ke tanah Batak disertai dengan penyebaran agama Kristen tetapi ditentang oleh Sisingamangaraja XII,karena dikhawatirkan perkembangan agama Kristen itu akan menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara turun-temurun.  Selain itu Belanda juga ingin menguasai seluruh tanah Batak.

Upaya yang dilakukan adalah berkampanye keliling ke daerah-daerah untuk menghimbau agar masyarakat mengusir para zending memaksakan agama Kristen kepada penduduk dan juga menyiapkan benteng pertahan seperti benteng alam yang terdapat di dataran tinggi Toba dan Silindung, disamping itu dikembangkan benteng buatan yang ada di perkampungan. Setiap kelompok kampong dibentuk 4 persegi dengan pagar keliling terbuat dari tanah dan batu. Diluar tembok ditanami bambu berdiri dan de sebelah luarnya dibuat selokan keliling yang cukup dalam, pintu masuk dibuat hanya beberapa buah dengan ukuran sempit. 

Dalam perlawanan ini masyarakat Batak tetap pantang menyerah dan pemimpinya selalu melindungi rakyatnya. Akhir dari perlawan ini Buta Puong jatuh ketangan Belanda dan Sisingamangaraja beserta putrinya Lopian dan dua putranya meninggal karena tertembak mati. (bella apriliana .r.)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desain Web Sederhana Untuk Pemula